Selasa, 26 Juni 2012

Naskah : Takdir Bintang Merah


Pada awalnya saya ingin menulis sesuatu yang mudah diterima sekalian mencoba untuk mempopulerkan genre fantasi. Maka dari itu saya ingin menulis sebuah Romance Fantasy.

Plot awalnya sebenarnya adalah seorang pengendara Dragon yang tersesat dan terdampar di sebuah tempat terpencil dan jatuh cinta pada seorang gadis yang baru saja putus dengan tunangannya. Alam fantasi di dalam plot cerita ini adalah si pengendara Dragon ini adalah seorang pengguna tenaga dalam warna ilusi.

tapi karena terlalu ringan dan saya jadi bosan sendiri, maka saya putuskan untuk menambahkan ini itu dan akhirnya malah jadi cerita yang relatif berat dan ujung2nya malah ngomongin strategi. (Yahhh ...) ya sudah akhirnya malah jadi bikin cerita fantasi baru.





Dunianya bernuansa Hindu dan sansekerta. Untuk wilayah Mandilig, agak spesial karena menggunakan nama-nama dari Sunda dan Jawa tengah. beberapa nama dan term mengolah dari bahasa Filiphina (karena menurut saya Filipina dan Indonesia cukup dekat rumpunnya). Sekalipun ada beberapa nama karakter sudah saya ganti, itu semua bertujuan demi semacam netralisir, agar tidak menyinggung pihak tertentu.

Keunggulan naskah ini dari kacamata saya sebagai penulisnya adalah, ia memiliki unsur filosofis, kritik terhadap fasisme, dan jaringan romance yang saya katakan cukup rumit. Penting untuk saya tekankan bahwa fasisme yang saya kritik dalam naskah ini tidak menunjuk pada golongan tertentu, namun lebih kepada sebuah kritk terhadap sisi gelap manusiawi. 

Sepanjang saya mengamati dunia ini, ternyata fasisme tidak hanya melulu tentang agama atau politik, tapi juga idealisme, ideologi. Apabila seorang manusia percaya akan sesuatu, ia akan memegangnya teguh dan berusaha untuk mempertahankan keabadiannya. Karena saat manusia mencintai, ia ingin hal yang dicintainya itu menjadi abadi. Inilah yang saya rasa menjadi dasar sebuah perilaku fasis. Maka dari itulah, tidak jarang fasisme juga dapat ditemui di kalangan fanboy-fangirl, dan bila anda suka pairing ship antara tokoh-tokoh rekaan di tv show, anda bisa menemui beberapa orang yang suka pairing yang sekalipun mungkin tidak dipair oleh penciptanya seperti Sanji-Nami, Zoro-Nami, atau Zuko-Katara. Mereka yang fasisnya sudah benar-benar kental, bisa saja benar-benar percaya bahwa Sanji-Nami memang benar-benar dipasangkan oleh Odachi dan Zuko-Katara memang sebenarnya dipasangkan oleh Bryan & Mike. Inilah fasisme yang hendak saya kritik : fasisme sebagai sisi gelap manusia, merasa yakin bahwa ideologi yang ia anut paling benar dan orang lain harus menurutinya. Yang melawan berarti musuh dan harus mati (ini behavior yang sering saya temukan di fandom Kataang dan Maiko dari Avatar). Tidak hanya melulu soal terorisme berkedok agama.

Saat saya menuliskan blog ini, saya sudah sampai pada chapter 18, semakin mendekati bagian akhir dari cerita. Cerita ini awal dirancang pada saat liburan semester 2 dimulai dan saya tidak menyangka akan menghabiskan liburan semester ini dengan menulis naskah tentang kritik terhadap fasisme. Oh ya, selain dari kritik terhadap fasisme itu, saya juga memiliki pesan lain mengenai takdir dan cinta. Semua saya sertakan di dalam naskah ini, dan semoga dalam penyampaiannya tidak terkesan menggurui. Apapun ideologi saya, sudah saya usahakan untuk menulisnya secara terbuka sehingga setiap orang bebas akan menyimpulkan apa.

Kutipan-kutipan : 

“...Kejam sekali Brahma kalau begitu. Ia telah menggariskan seseorang lahir untuk mati sia-sia. Untuk apa dia hidup? Bukankah katanya Brahma itu Maha Pengasih,..."

" … inilah kebenaran subjektif. Ia memperkaya kebenaran objektif. Tidak dapat disalahkan karena ia seperti cermin yang memantulkan salah satu sisi dari satu objek."

“Hei, Baladitya, … apabila ayah kandungmu menyuruhmu membunuh orang yang tidak berdosa hanya karena ia suka melihat orang tidak berdosa itu mati, apakah dengan melaksanakannya maka kau menjadi anak teladan dan dosamu tidak menjadi dosa? ..."

"Satu hal yang pasti; kita semua berasal dari latar belakang yang beragam. Kita, Lanun, Dwarapala, … dan Ksatriya. Kita pun berlatih selama ini dengan disiplin khas masing-masing dan membuktikan bahwa keberagaman ada untuk saling melengkapi."

"Engkau telah kehilangan cinta dalam hidupmu. Tapi ketahuilah. Cinta adalah sebongkah energi positif yang sangat kuat. Ia selalu ada di sekitarmu dan tinggal bersamamu. Ketika satu bentuk cinta telah menghilang lepas dari hidupmu bagai asap yang tak tergenggam lagi … ia akan terlahir kembali dalam bentuk lain …”



“Aku suka Kiran … aku ingin terus bersamanya, bukankah itu menguntungkanku bila mengantarkan kalian ke Ebla?”