Kamis, 21 Juni 2012

Secuil Opini mengenai Post-Modernisme


Mudskipper. Ikan amphibi yang banyak terdapat di wilayah tropis. Barangkali bila diminta untuk memberikan satu ikon bagi era post-modernisme, saya akan mengajukan ikan ini sebagai maskot. Tidak hanya dapat keluar dari perairan, ia dapat memanjat pohon. Jadi kelak kalau era post-modernisme ini sudah lewat dan orang-orang di masa depan itu hendak mengklasifikasikan, merangkum dan menyimbolkan era ini, Mudskipper, voteku satu untuk kamu.

"Bila kau menilai seekor ikan berdasarkan kemampuannya untuk memanjat pohon, ia akan menghabiskan seumur hidupnya untuk percaya bahwa ia bodoh."
--Albert Einstein

Dalam Post-Modernisme, tidak ada kebenaran yang pasti. Kebebasan berpikir, berpendapat, beropini, berawal darikritik terhadap pemikiran modernisme yang relatif searah. Eksistensialisme menjadi landasan bagi Post-Modernisme. Ia adalah aliran yang mengutamakan keindividualismean seseorang, dan peranannya sebagai seseorang di dunia ini.

“Sooner or later I will die. But I won’t die because of a gun. Not because of my disease. Not because I ate a mushroom! I won’t die because of a sword! I won’t die against anything that you can do to me! I will die when people forget about me.”
—Dr Hiluluk, One Piece (Eiichiro Oda)

Memijak fondasi Heidegger, bagi Kiergaard, manusia bisa jadi individu yang autentik bila memiliki gairah, keterlibatan dan komitmen pribadi dalam kehidupan (afektivitas). Bagi Nietzche, manusia bisa menjadi unggul saat ia bisa meralisasikan dirinya secara jujur dan berani (subjektivitas).
Bagi Satre, manusia harus membangun keberadaannya secara terus menerus (historisitas/transendensi).

Pemikiran Post-Modernisme merupakan kritik epistemologis atas weltanschauugen yang menyangkut liberalisme, marxisme, scientisme, dan positivisme. Secara garis besar begitu berlawanan dengan kehidupan dan pandangan modernisme hingga memengaruhi kultur, alam pikiran, kebudayaan dan lain-lainnya.

Contoh tersimpel mengenai bukti kita sedang hidup dalam era Post-Modernisme adalah saat kita menonton film atau membaca cerpen dimana pada endingnya diceritakan secara menggantung atau tidak jelas. Kesimpulan dan pesan-pesan moral atau hikmah di dalamnya, diserahkan pada para penonton untuk menilai sendiri apa yang sedang terjadi, apa yang akan disampaikan oleh cerita tersebut. 

Tidak ada kebenaran mutlak, semuanya relatif. Subjektif. Kebenaran selalu berkembang.
Filsafat yang dahulu menjadi topik pembicaraan penting dan berat, kini dapat dibicarakan di kafe sebagai gosip atau lelucon. Lifestyle berubah menjadi kuantitas lebih penting daripada kualitas. Universal jadi partikular. Slice of life menjadi begitu menarik. Idealis menjadi prularis. Deterministic form menjadi semiotic form. 

"Modernisme, kau sudah berlalu."

Apakah kelak orang akan menyebut "Modernisme" sebagai era sains dan "Post-Modernisme" sebagai era entertainment?