Kamis, 21 Juni 2012

Fantasy Fiesta 2012 : Beringin Mawar

*cerita ini adalah kutipan cerpen -3000 kata yang disertakan dalam ajang Fantasy Fiesta 2012 di Kastil Fantasy


Kakek Tua memiliki seorang cucu, seorang bocah bernama Bebas. Ketika Bebas sedang bermain di sawah kakeknya, ia menemukan sebuah benih pohon yang berkilauan. Benih tersebut terlihat begitu menarik dan istimewa sehingga Bebas sangat tertarik padanya.

"Kau suka benih itu, Bebas?" Kakek Tua menghampirinya.

Bebas menyembunyikan benih itu dalam genggaman tangannya dan diposisikan tangannya di belakang pinggangnya. "Ini milikku."

"Tapi kau menemukannya di ladangku, dan sekarangpun kita masih berdiri di atas ladangku. Bagaimana mungkin itu menjadi milikmu hanya karena kau yang memungutnya? Kau bahkan tidak tahu benih apa itu." Ledek Kakek Tua sambil tersenyum jenaka.

"Untuk apa aku tahu benih apa ini, aku hanya menginginkannya maka ini akan menjadi milikku.” Si bocah bersikeras.

Kakek Tua menarik otot wajahnya sedikit sehingga kerutan-kerutan di wajahnya tampak menampilkan sebuah senyum yang tipis. “Baiklah bila kau menginginkannya, kau bebas menanamnya.”

“Karena aku tidak punya ladang, maka aku tanam benih ini di salah satu sudut ladangmu. Tapi ingat, ini tetap milikku. Kau tidak boleh ikut campur.” Kata Bebas.

Kakek Tua tidak hanya tersenyum kali ini, ia tertawa. “Baiklah, Bebas. Aku akan memberikanmu tempat terbaik bagi benih itu, karena benih ini sangat spesial. Kau tahu, namanya adalah …”

“Ah, cerewet, aku bukan petani sepertimu dan aku tidak ingin menjadi petani. Aku hanya ingin pohon beringin, dan benih ini akan kujadikan pohon beringin yang kuat dan kokoh. Dan aku akan menanamnya di titik ini juga.” Bebas pun berjongkok dan menanam benih keemasan tersebut di tempat ia berpijak saat itu juga.

Kakek Tua tidak lagi tersenyum-senyum sendiri menertawakan antusiasme cucunya. Baginya, sekarang sudah menjadi pembahasan yang serius. “T, tapi, Bebas, di dunia yang kering kerontang dan gersang ini, tempat ini yang paling buruk. Dekat dengan tempatku membakar sampah, banyak batu dan semak berlukar … rerumputanpun tidak tumbuh subur di titik ini, kau tidak boleh menanamnya di sini, …”

“Jadi benih yang kau bilang istimewa ini manja sekali, begitu? Ia harus tumbuh di tempat tertentu, … apanya yang istimewa? Ia sama seperti benih-benih lainnya.”

Kakek Tua pun terdiam, dalam hati ia masih sangat menyayangkan benih bagus dan langka seperti itu ditanam di tempat seperti ini. Tapi ia tidak mampu mengungkapkan sesuatu yang sekiranya bisa membuat Bebas mengerti.

“Dengar, Kakek, aku ini bebas. Aku Bebas melakukan apapun, bertindak apapun. Dan bila benih ini adalah benih hebat, tentunya ia bisa hidup dimanapun, aku akan menanamnya disini dan menjadikannya pohon beringin yang kokoh!”

Sementara Bebas berjongkok dan mulai menggali tanah yang kering kerontang, Kakek Tua dengan pasrah berkata, “baiklah, Bebas … hanya saja, rasanya penting untuk kukatakan bahwa benih ini adalah benih hebat, bila ia tumbuh, ia bisa menghidupi dunia ini dan menghasilkan benih-benih lain yang sempurna, tapi itu bila ia ditanam di tanah subur, aku sendiri belum pernah mencoba menanamnya di tanah yang …” Kakek Tua memandang sekitarnya dengan apatis beserta segurat tatapan menyedihkan yang remeh, “… rusak dan … bersampah seperti ini …”

“Nah, sudah tertanam. Aku tidak sabar melihat pohon beringin yang hebat dan kuat kelak.” Ujar Bebas dengan riang.

Kakek Tua sangat menyayangkan benih tersebut harus ditemukan oleh Bebas. Namun karena ia sangat mencintai cucunya itu, maka si Kakek tidak tega untuk membuatnya bersedih. Bisa jadi si Kakek terlalu memanjakannya selama ini. Walau begitu, Kakek juga sangat menyayangi benih yang diambil Bebas tadi. Telah lama sekali ia menunggu munculnya benih istimewa seperti itu, namun sial beribu sial, Bebas lebih cepat menemukannya. Kakek Tua pun memutuskan untuk mengawasi Bebas dan benihnya dari kejauhan dan membantu sebisanya.

Setiap hari Kakek Tua itu mengawasi tempat ditanamnya benih tersebut. Sudah satu minggu-dua minggu berlalu, namun masih belum tampak tunas yang menyembul keluar dari tanah yang kusam karena bekas pembakaran sampah. Bebas datang setiap hari untuk menyirami benih itu, penuh harapan akan melihat pohon beringin yang kuat kelak.

Tiada dari mereka berdua yang menyadari apa yang sedang terjadi, kala kakek dan cucu itu bercuriga bahwa benih itu sudah mati, benih itu ternyata sedang menusukkan akarnya ke bawah begitu dalam hingga menemukan lapisan tanah yang memiliki makanan untuknya. Tanah buruk tersebut rupanya begitu buruk sehingga akar yang tumbuh harus begitu dalam, menyeruak menembus permukaan tanah yang cukup dalam dan semakin keras.

Sepuluh tahun berlalu, tunas akhirnya menyembul keluar dari tanah persawahan yang semakin kering. Kakek Tua melihat tunas itu muncul dan segera memanggil-manggil cucunya. Mereka berdua berpelukan riang mengetahui bahwa benih itu ternyata tidak mati. Saat itu, Bebas telah tumbuh menjadi seorang pemuda yang semakin bebas.

Bebas kembali bersemangat merawat benih tersebut, setiap saat ia berbisik pada tunas benih itu; “tumbuhlah menjadi beringin yang gagah.”

Benih tumbuh subur dengan akar yang merasuk begitu dalam ke dalam tanah dan akar itu terus menjulur kemanapun dirasanya banyak makanan dan mineral untuk tumbuh. Benih mulai tumbuh semakin besar dengan akar yang begitu kuat, hingga akhirnya lima tahun kemudian, ia menampakkan identitasnya.

“Jadi, dia bukan pohon beringin?” Bebas terlihat begitu kecewa. Alisnya mengerenyit sengit dan wajahnya terlihat suram.

“Kelihatannya benih unggulan ini adalah semacam bunga. Bunga mawar yang sangat indah. Kurasa tidak mungkin ia menjadi Pohon Beringin seperti yang kau inginkan.”

Bebas jadi merasa begitu konyol, “kenapa kau tidak katakan padaku? Lima belas tahun lamanya aku menghabiskan waktuku hanya untuk menyirami dan merawat sesuatu yang ternyata berbeda dari yang kuinginkan. Aku sudah membuang lima belas tahun kebebasanku hanya untuk … sampah ini!”